Jumat, 10 Mei 2013

Kutunggu Kau Di Surga, nanti…


Kutunggu Kau Di Surga, nanti……

Hatimu mungkin dahulu belum lama di hati ini, namun kau akan menjadi selamanya di surga nanti, bersamaku dan Tuhan…

-AGUSTIAWAN HAPSUL JAAT-


Kisah ini aku alami sendiri sekitar akhir tahun 2012 lalu. Saat pertama kali aku berkenalan dengan seorang wanita yang hingga sekarang aku cintai. Dan inilah kisah cintaku yang tidak bisa aku lupakan seumur hidup...

Aku melirik jam tanganku, ternyata sudah jam 8 pagi. Saat itu aku berada didepan kantor ku aku. Dengan tergesa-gesa aku pun berjalan menuju ruanganku karena jam kerja sudah dimulai. Saat aku berjalan, secara tidak sengaja aku menabrak seorang gadis yang kebetulan juga datang terlambat.

"Aduh maaf, enggak sengaja." kataku sambil membantu memunguti barang-barangnya yang jatuh karna aku tabrak tadi.

"Oh, tidak apa-apa kok. Lain kali hati-hati ya…" kata gadis itu dengan ramah.
"Iya maaf ya. tadi itu engga sengaja, hehe. Ngomong-ngomong kamu mau kemana? kok bisa terlambat?" tanyaku pada gadis itu, berusaha seramah mungkin.

"Saya kerja disini mas, Minggu kemarin dipindah tugaskan dari Belitung kesini. Saya terlambat gara-gara tadi nggak tahu angkutan umum yang mana yang harus saya naiki untuk menuju kesini. Kamu sendiri kerja disini juga? Kok terlambat juga?" tanya gadis itu padaku dengan penuh tanda tanya di raut wajahnya.

“Waaahhh, hehehe,.. kalo itu mah jangan ditanya. Namanya juga cowok..." kataku padanya
"Ohhh haha, iya-iya ngerti.. Kira-kira kita satu ruangan enggak ya? kayaknya satu ruangan deh.." jawabnya.

"Iya, gimana kalo kita barengan aja jalannya? sembari ngobrol gitu.." “iya deh kalo gitu..”
Kemudian kami pun berjalan bersama menuju ruangan dan kursi kami masing-masing. Dalam hati aku masih bertanya-tanya siapa nama wanita itu. Terbesit dalam hatiku untuk menanyakan namanya. Tapi setelah aku memikirkannya lagi, alangkah baiknya aku menanyakannya saat istirahat nanti.

Saat istirahat kantor tepatnya pukul jam 12, aku pun langsung menuju warung makan tempat favoritku. Pucuk dicinta, ulam pun tiba. Aku kembali bertemu dengan gadis itu di warung yang sama. Aku memang bermaksud untuk menemuinya saat istirahat kantor, sekadar berbincang dan menanyakan namanya.

"Eh, ketemu lagi. Mau kemana nih?" tanyaku.
"Iya nih, saya mau ke warung juga." jawab gadis itu dengan senyum yang menghiasi wajah cantiknya.
"Oh,,,sama dong. Eh ngomong-ngomong kita belum kenalan nih. Masa iya satu kantor tapi belum kenal satu sama lain, hehe. Nama kamu siapa?" tanyaku padanya. Aku benar-benar menginginkan ia menjawabnya. Entah kenapa rasa penasaranku muncul tiba-tiba. Ah, ku pikir itu hanyalah sebuah pertanyaan yang tak perlu dijawab oleh diriku sendiri.

"Namaku Rini Herlina Wulandari panggil saja Rini, nama kamu??" seramah mungkin iya bertanya padaku.

"Panjang banget namanya, haha. Namaku Agustiawan. Panggil saja Gusti…" jawabku. "Terus alamat rumah kamu dimana?"

"Saya ngekos disini, Gus” jawabnya. Aku tertawa kecil ketika mendengarnya menjawab pertanyaanku. Yaa aku tahu, sebagian orang yang migrasi dari suatu tempat dan bekerja di daerah lain pasti akan mengambil rumah kontrakan atau kos-kosan sebagai tempat tinggalnya.

“Iya aku tau, tapi maksudku ngekos dimana, Rin?” tanyaku sambil tertawa kecil. “Oh hehe, aku ngekos di Jalan Balai Gang. Merpati, depan Puncak swalayan" tukasnya.

"Oh kalo aku tinggal di Jl. Kayu Putih, Bukit Merapin." kataku padanya.

Dan itulah awal perkenalanku dengan gadis yang bernama Rini. Akhirnya perkenalan itu berlanjut ke pendekatan. Mengingat zaman sudah canggih, tak lupa juga kami saling bertukar nomor handphone saat itu. Setiap hari kami selalu berangkat kerja bersama-sama, bahkan teman-teman kantor kami mengira bahwa kami mempunyai hubungan khusus, karena dari awal Rini bekerja, kami selalu terlihat bersama.

Tak terasa 1 bulan lebih aku berteman dengan Rini. Dari awal pertemuan kami, memang perasaanku mengatakan nyaman ketika bersama dengannya. Ternyata benih-benih cinta muncul. Aku mulai jatuh cinta padanya, tapi hatiku masih takut untuk mengutarakan perasaan cintaku padanya. Perlahan rasa ini semakin ada untuknya. Aku pun bertekad untuk memberanikan diriku mendekatinya lebih dari sekedar teman. Apalagi coba kalau bukan pacar?

Aku berusaha untuk memberanikan diriku untuk menyatakan perasaanku pada Rini. Aku berencana untuk menyatakannya saat jam pulang kantor tiba. Bukan menyatakannya di kantor ataupun di jalan pulang kelak, namun di sebuah tempat yang mungkin juga tak asing lagi baginya. Aku memberanikan diri untuk bertanya padanya.

"Rini, pulang kerja nanti aku ajak kamu ke taman, ya hanya sekadar untuk bersantai. Mau ya?" kataku padanya setengah memelas.

"Ada apa, kok tiba2 ngajak ke taman?" tanya Rini, raut wajahnya menunjukkan ia setengah bingung dengan permintaanku. Aku pun berusaha membuatnya penasaran agar sedikit terlihat lebih spesial.

"Ada deeehh.. kamu mau atau enggak?" tanyaku lagi lebih serius. Kali ini aku benar-benar menginginkan jawabannya, mau atau enggak.

Masih dengan rasa penasaran yang menggelayut di hatinya, Rini mengiyakan permintaanku. Aku benar-benar senang dengan jawabannya. Aku hanya perlu mempersiapkan diriku untuk mengatakan hal itu padanya nanti.

Tepat jam kantor usai, aku menunggu Rini untuk berangkat bersama menuju ke taman yang aku maksud. Setelah beberapa menit kemudian, kami sampai ditempat tujuan. Kami mencari kursi taman yang kosong.

"Ada apa sih Gus, kok ngajak kesini?" tanya dia sambil duduk disampingku. Terlihat bahwa ia benar-benar masih penasaran. Dengan wajah meyakinkan, aku menjawab pertanyaannya.

 "Ada suatu hal yang ingin aku bicarakan padamu." tukasku sambil merubah posisi duduk setengah menghadap kearah Rini.

"Mau ngomong apa, Gus?" tanya Rini lagi. Kali ini iya benar-benar tidak sabar dan rasa penasarannya meningkat dua kali lipat dibandingkan tadi. Aku masih bingung kata-kata yang harus aku ucapkan padanya. Entah kenapa aku jadi sedikit bertele-tele saat itu. Aku memutuskan untuk bertanya padanya.

"Tapi kamu jangan marah ya kalo aku omongin hal itu?" pintaku padanya. Rasa takut mulai menghampiriku. Takut jika Rini nanti marah waktu aku bicarakan hal ini padanya. Tapi rasa ini benar-benar sudah meluap-luap seperti air mendidih, berharap segera tersampaikan agar benar-benar lega.

"Iya, aku nggak akan marah kok," janjinya padaku. Ada sedikit rasa tenang ketika itu.
"Aku…..,"
"Aku apa???" tanyanya semakin penasaran.
"Aku….jatuh cinta sama kamu. Aku sayang sama kamu. kamu mau nggak jadi pacarku?"

Sejenak Rini terdiam setelah mendengar kata-kata itu dariku. Aku benar-benar gelisah saat itu. Perasaanku kalang-kabut melihat ekspresi yang ia tunjukkan setelah aku nembak dia.

"Kenapa Rin, kok diam? Kamu marah ya sama aku? Maaf ya…"
"Eh, enggak. Aku nggak marah kok…Cuma bingung aja mau jawab apa dari kata-kata kamu barusan…"

"Emangnya kamu mau jawab apa?"
"Emmmm, aku malu jawabnya Gus…"
"Jawab aja rin, nggak apa-apa kok…" kataku meyakinkan dirinya bahwa nanti aku enggak bakalan ada apa-apa, apapun jawabannya nanti, aku akan berusaha menerimanya. Aku hanya butuh jawaban darinya.

"Sebenarnya aku juga suka sama kamu sejak 1 bulan yang lalu. Tapi setelah aku pikir-pikir lagi, aku enggak mungkin ungkapin sama kamu. Takut kamu marah kalo aku bilang bilang itu sama kamu."

"Ehm...terus gimana? kamu mau nggak jadi pacar aku?" tanyaku lagi.
"Aku mau jadi pacar kamu, Gus.." jawab Rini sambil tersenyum. Bagaikan anak kecil yang diberi permen, aku senang bukan kepalang dengan jawaban Rini barusan. Tak hentinya aku mengucapkan rasa syukur pada Tuhan.

"Alhamdulillah.. makasih ya Allah. makasih ya, Rini.."
Akhirnya kami pun resmi berpacaran sejak saat itu. Kebersamaan kami jadi semakin dekat dan hari demi hari kami lalui dengan bahagia walaupun pada saat itu aku harus bekerja di tempat lain dikarenakan suatu hal (bukan dipecat loh, tapi saya buka usaha sendiri). Bahkan saat menjalani rutinitas kami masing-masing, aku jadi mempunyai semangat baru setelah memiliki seorang pacar. Dan Rini juga pernah berkata bahwa ia merasakan hal yang sama.

Hari berganti hari. Tak terasa sudah hampir masuk bulan ke 3 kami berpacaran. Namun, hubungan kami selama ini tidak berjalan mulus begitu saja. Dengan kesabaran ekstra kami menjalaninya dan menyelesaikan masalah demi masalah dengan pikiran dewasa. 

Suatu hari, Rini kuajak jalan-jalan pagi ke taman kota. Tentu saja aku menjemputnya terlebih dahulu di rumahnya. Setelah itu, kami lari pagi bersama mengelilingi taman itu. Setelah selesai, seperti biasa kami hanya sekadar duduk-duduk berisitirahat dan bercanda disana. Suatu ketika Rini bertanya padaku.

"Bang, adek boleh nanya enggak?" tanya dia padaku.
"Boleh dong. Memangnya kamu mau tanya apa?"
"Selama kita pacaran kamu merasa ada yang aneh enggak sama aku?"
"Hmmm, nggak ada yang aneh kok. Cuma abang ngerasa kalo akhir-akhir ini wajah kamu sering sekali pucat. Kamu sakit ya?" jawabku pada Rini.

"Ooohh.. itu mungkin karena adek terlalu kecapean aja. Ya syukurlah kalo memang abang nggak ngerasa ada yang aneh sama aku…" jawabnya.

"Eh, dah jam 8 nih, kita pulang yuk.." ajak Rini padaku.
"Eh iya nih. Udah mau pulang ya? Oke lah..." jawabku.

Kemudian kami pun pulang. Setelah mengantarkan dia pulang ke kosannya, aku pun langsung berpamitan kepada orang tua Rini yang pada saat itu orang tuanya lagi berkunjung melihat keadaan anaknya didaerah orang lain. Di perjalanan pulang kerumah, gelisah menghampiriku. Aku terus memikirkan kata-kata Rini di taman tadi. Tidak mungkin dia tiba-tiba bertanya seperti itu kalau alasannya cuma kecapean doang. Rasanya ada yang benar-benar mengganjal saat itu.

Dua hari kemudian, saya mendapat telepon dari ibundanya Rini.

"Halo, ini nak Gusti ya?" tanya ibunya dari seberang sana.
"Iya, saya Gusti. Ada apa, Bunda?" jawabku dengan rasa sedikit aneh.
"Nak Gusti, cepat kerumah sakit sekarang ya nak. Rini jatuh dari tangga kantor…” kata bundanya dengan nada cemas.

"Ha…? Kok bisa gitu bunda?! Memangnya Rini habis ngapain sih bunda?" tanyaku cemas. Aku benar-benar tak kuasa menahan emosi dan rasa cemasku.

"Bunda juga kurang tau nak, mending kamu kesini sekarang ya nak.."
"Iya bunda. Sekarang aku akan kesana.."

Dengan tergesa-gesa, aku pun langsung pergi ke rumah sakit tersebut. Disana aku pun langsung tersentak kaget bukan kepalang. Ternyata dia sekarang lagi berjuang di ruangan ICU. Aku benar-benar cemas dan sedih. Perasaanku saat itu rasanya tak dapat aku ungkapkan. Khawatir, takut, sedih, semua bercampur aduk.

"Kok bisa begini sih bunda?" tanyaku pada bundanya.
"Nggak tahu nih. Tadi kata dokter yang menangani Rini, ada pendarahan pada otak belakangnya.." jawab bundanya yang masih kalut. Kemudian aku pun bertanya pada dokter yang langsung menangani Rini saat itu. Tetapi jawaban sang dokter membuatku bagaikan disambar petir disiang bolong. Karena mendengar penjelasan sang dokter tersebut membuat aku tak kuasa untuk melanjutkan mendengar penjelasannya tersebut.

Lantas aku dan keluarga Rini berencana membawa Rini menuju rumah sakit yang ada di Jakarta yang mempunyai alat medis lebih memadai dibandingkan di kotaku. Kami pun menyiapkan berkas-berkas serta keperluan untuk menuju rumah sakit disana yang sebelumnya telah dirujuk oleh rumah sakit di daerahku.

"Sepertinya saudara Rini sudah tidak dapat tertolong lagi," kata dokter yang menangani Rini.
Belum sempat kami berangkat menuju Jakarta, kabar bahwa Rini tidak tertolong lagi membuatku benar-benar down. Aku benar-benar tidak percaya dengan semua ini. Bukankah takdir sedang bermain-main padaku? Bukankah ini semua hanyalah sebuah permainan kecil untuk membohongiku? Ternyata tidak. Ini adalah sebuah kenyataan dimana aku harus kehilangannya. 

Seketika aku, ibunda Rini dan keluarganya langsung menangis. Tepat pukul 10  pagi, Rini menghembuskan nafas terakhirnya. Innalillahi wainnalillahirojiun. Kami langsung menangis. Aku lah yang paling bersedih karena harus merelakan cintaku pergi untuk selamanya. Aku rasa Tuhan tidak adil padaku. Baru saja aku merasakan hangatnya kasih sayang Rini untukku, tapi Tuhan telah mengambilnya lebih dahulu. Terlintas dipikiranku untuk bertanya pada Allah, kenapa tidak aku saja yang kau cabut nyawanya, ya Allah? Namun Allah mengajariku untuk menerima kenyataan pahit ini. Aku segera beristighfar dan serta belajar merelakannya. 

Keesokan harinya, jenazahnya pun lantas dimandikan, dikafani, dan disholatkan. Setelah itu jenazah pun dimakamkan di pemakaman umum tempat kelahirannya dengan diiringi isak tangis dariku, ayah dan ibundanya, adik-adiknya, serta kerabat dekatnya.

Hari demi hari berlalu, satu minggu sudah almarhumah Rini meninggalkan aku dan keluarganya untuk selamanya. Rasanya masih tidak percaya bahwa cinta sejatiku itu pergi begitu cepat. Sedih yang beriringi tangisku kembali muncul saat aku mengenang semuanya. Semua yang sempat kami lalui. 

Tepat pada malam ke 8 sekitar jam 12.00 malam saat saya sedang mengaji dan membacakan Surah Yasin untuk almarhumah, tiba-tiba saya dikejutkan oleh kedatangan arwah dia yg muncul didepanku.

"Rini, kkaaaa..kamu kok datang kesini??" tanyaku terbata-bata. Rasanya senang dapat bertemu lagi dengan bidadariku itu. Tuhan, apakah ini mimpi? Aku merindukannya, benar-benar merindukannya. Bukankah Rini telah meninggalkanku? Tapi kenapa Rini muncul lagi dihadapanku?. Didalam hatiku yang paling dalam aku berharap ini adalah kenyataan bahwa Rini belum pergi untuk menghadap-Nya.

"Abang, jangan takut ya… Adek datang bukan untuk mengganggu abang, adek cuma ingin memberitahu abang kalau adek sangat mencintai dan menyayangi abang. Sekarang adek akan pergi ke alam adek, doain adek ya bang agar bisa tenang. Selamat tinggal cinta sejatiku.." kata arwah Rini padaku.

"Iya, abang akan selalu berdoa untukmu sayang. Selamat tinggal..." jawabku. 

Seketika air mataku menetes di pipiku. Arwah Rini telah lenyap ditelan kegelapan malam. Ya, itu adalah arwah cinta sejatiku, cinta yang abadi untuk selamanya. Aku akan terus belajar mengikhlaskannya karena Rini benar-benar telah tiada, yang telah pergi bersama dengan penghuni surga. Jauh dari lubuk hati ini yang paling dalam, aku selalu berdoa untuk ketenangannya disana, berdoa untuknya agar dimudahkan di alam kubur dan selalu mendapatkan rahmat dari yang Maha Kuasa. Semoga Tuhan memberikan surganya untuk kekasihku disana, di alam yang tak dapat ku gapai. Semoga cinta sejatiku itu akan tetap hidup dihatiku untuk selamanya...


…THE END…

Kisah ini khusus kupersembahkan untuk :
Bidadari surgaku : “ALM. RINI HERLINA WULANDARI”, semoga kau mengingat kisah kita di masa lalu dan selalu berdoa untuk kebersamaan kita di akhirat nanti..
Dari : AGUSTIAWAN HAPSUL JAAT

DiRevisi Oleh : NURUL AZMI (@nrl_azmi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar