Kutunggu Kau Di Surga, nanti……
Hatimu mungkin dahulu
belum lama di hati ini, namun kau akan menjadi selamanya di surga nanti, bersamaku
dan Tuhan…
-AGUSTIAWAN
HAPSUL JAAT-
Kisah
ini aku alami sendiri sekitar akhir tahun 2012 lalu. Saat pertama kali aku berkenalan
dengan seorang wanita yang hingga sekarang aku cintai. Dan inilah kisah cintaku
yang tidak bisa aku lupakan seumur hidup...
Aku melirik jam tanganku,
ternyata sudah jam 8 pagi. Saat itu aku berada didepan kantor ku aku. Dengan
tergesa-gesa aku pun berjalan menuju ruanganku karena jam kerja sudah dimulai.
Saat aku berjalan, secara tidak sengaja aku menabrak seorang gadis yang kebetulan
juga datang terlambat.
"Aduh maaf, enggak sengaja."
kataku sambil membantu memunguti barang-barangnya yang jatuh karna aku tabrak
tadi.
"Oh, tidak apa-apa kok.
Lain kali hati-hati ya…" kata gadis itu dengan ramah.
"Iya maaf ya. tadi itu
engga sengaja, hehe. Ngomong-ngomong kamu mau kemana? kok bisa terlambat?"
tanyaku pada gadis itu, berusaha seramah mungkin.
"Saya kerja disini mas, Minggu
kemarin dipindah tugaskan dari Belitung kesini. Saya terlambat gara-gara tadi
nggak tahu angkutan umum yang mana yang harus saya naiki untuk menuju kesini.
Kamu sendiri kerja disini juga? Kok terlambat juga?" tanya gadis itu padaku
dengan penuh tanda tanya di raut wajahnya.
“Waaahhh, hehehe,.. kalo itu mah
jangan ditanya. Namanya juga cowok..." kataku padanya
"Ohhh haha, iya-iya ngerti..
Kira-kira kita satu ruangan enggak ya? kayaknya satu ruangan deh.." jawabnya.
"Iya, gimana kalo kita
barengan aja jalannya? sembari ngobrol gitu.." “iya deh kalo gitu..”
Kemudian kami pun berjalan
bersama menuju ruangan dan kursi kami masing-masing. Dalam hati aku masih
bertanya-tanya siapa nama wanita itu. Terbesit dalam hatiku untuk menanyakan
namanya. Tapi setelah aku memikirkannya lagi, alangkah baiknya aku
menanyakannya saat istirahat nanti.
Saat istirahat kantor tepatnya
pukul jam 12, aku pun langsung menuju warung makan tempat favoritku. Pucuk dicinta,
ulam pun tiba. Aku kembali bertemu dengan gadis itu di warung yang sama. Aku
memang bermaksud untuk menemuinya saat istirahat kantor, sekadar berbincang dan
menanyakan namanya.
"Eh, ketemu lagi. Mau
kemana nih?" tanyaku.
"Iya nih, saya mau ke
warung juga." jawab gadis itu dengan senyum yang menghiasi wajah
cantiknya.
"Oh,,,sama dong. Eh ngomong-ngomong
kita belum kenalan nih. Masa iya satu kantor tapi belum kenal satu sama lain,
hehe. Nama kamu siapa?" tanyaku padanya. Aku benar-benar menginginkan ia
menjawabnya. Entah kenapa rasa penasaranku muncul tiba-tiba. Ah, ku pikir itu
hanyalah sebuah pertanyaan yang tak perlu dijawab oleh diriku sendiri.
"Namaku Rini Herlina
Wulandari panggil saja Rini, nama kamu??" seramah mungkin iya bertanya
padaku.
"Panjang banget namanya,
haha. Namaku Agustiawan. Panggil saja Gusti…" jawabku. "Terus alamat
rumah kamu dimana?"
"Saya ngekos disini, Gus”
jawabnya. Aku tertawa kecil ketika mendengarnya menjawab pertanyaanku. Yaa aku
tahu, sebagian orang yang migrasi dari suatu tempat dan bekerja di daerah lain
pasti akan mengambil rumah kontrakan atau kos-kosan sebagai tempat tinggalnya.
“Iya aku tau, tapi maksudku
ngekos dimana, Rin?” tanyaku sambil tertawa kecil. “Oh hehe, aku ngekos di
Jalan Balai Gang. Merpati, depan Puncak swalayan" tukasnya.
"Oh kalo aku tinggal di Jl.
Kayu Putih, Bukit Merapin." kataku padanya.
Dan itulah awal perkenalanku
dengan gadis yang bernama Rini. Akhirnya perkenalan itu berlanjut ke
pendekatan. Mengingat zaman sudah canggih, tak lupa juga kami saling bertukar
nomor handphone saat itu. Setiap hari kami selalu berangkat kerja bersama-sama,
bahkan teman-teman kantor kami mengira bahwa kami mempunyai hubungan khusus, karena
dari awal Rini bekerja, kami selalu terlihat bersama.
Tak terasa 1 bulan lebih aku
berteman dengan Rini. Dari awal pertemuan kami, memang perasaanku mengatakan
nyaman ketika bersama dengannya. Ternyata benih-benih cinta muncul. Aku mulai
jatuh cinta padanya, tapi hatiku masih takut untuk mengutarakan perasaan
cintaku padanya. Perlahan rasa ini semakin ada untuknya. Aku pun bertekad untuk
memberanikan diriku mendekatinya lebih dari sekedar teman. Apalagi coba kalau
bukan pacar?
Aku berusaha untuk memberanikan
diriku untuk menyatakan perasaanku pada Rini. Aku berencana untuk menyatakannya
saat jam pulang kantor tiba. Bukan menyatakannya di kantor ataupun di jalan
pulang kelak, namun di sebuah tempat yang mungkin juga tak asing lagi baginya.
Aku memberanikan diri untuk bertanya padanya.
"Rini, pulang kerja nanti
aku ajak kamu ke taman, ya hanya sekadar untuk bersantai. Mau ya?" kataku padanya
setengah memelas.
"Ada apa, kok tiba2 ngajak
ke taman?" tanya Rini, raut wajahnya menunjukkan ia setengah bingung
dengan permintaanku. Aku pun berusaha membuatnya penasaran agar sedikit
terlihat lebih spesial.
"Ada deeehh.. kamu mau atau
enggak?" tanyaku lagi lebih serius. Kali ini aku benar-benar menginginkan
jawabannya, mau atau enggak.
Masih dengan rasa penasaran yang
menggelayut di hatinya, Rini mengiyakan permintaanku. Aku benar-benar senang
dengan jawabannya. Aku hanya perlu mempersiapkan diriku untuk mengatakan hal
itu padanya nanti.
Tepat jam kantor usai, aku
menunggu Rini untuk berangkat bersama menuju ke taman yang aku maksud. Setelah
beberapa menit kemudian, kami sampai ditempat tujuan. Kami mencari kursi taman
yang kosong.
"Ada apa sih Gus, kok
ngajak kesini?" tanya dia sambil duduk disampingku. Terlihat bahwa ia
benar-benar masih penasaran. Dengan wajah meyakinkan, aku menjawab pertanyaannya.
"Ada suatu hal yang ingin aku bicarakan
padamu." tukasku sambil merubah posisi duduk setengah menghadap kearah
Rini.
"Mau ngomong apa,
Gus?" tanya Rini lagi. Kali ini iya benar-benar tidak sabar dan rasa
penasarannya meningkat dua kali lipat dibandingkan tadi. Aku masih bingung
kata-kata yang harus aku ucapkan padanya. Entah kenapa aku jadi sedikit
bertele-tele saat itu. Aku memutuskan untuk bertanya padanya.
"Tapi kamu jangan marah ya
kalo aku omongin hal itu?" pintaku padanya. Rasa takut mulai menghampiriku.
Takut jika Rini nanti marah waktu aku bicarakan hal ini padanya. Tapi rasa ini
benar-benar sudah meluap-luap seperti air mendidih, berharap segera
tersampaikan agar benar-benar lega.
"Iya, aku nggak akan marah
kok," janjinya padaku. Ada sedikit rasa tenang ketika itu.
"Aku…..,"
"Aku apa???" tanyanya
semakin penasaran.
"Aku….jatuh cinta sama
kamu. Aku sayang sama kamu. kamu mau nggak jadi pacarku?"
Sejenak Rini terdiam setelah
mendengar kata-kata itu dariku. Aku benar-benar gelisah saat itu. Perasaanku
kalang-kabut melihat ekspresi yang ia tunjukkan setelah aku nembak dia.
"Kenapa Rin, kok diam? Kamu
marah ya sama aku? Maaf ya…"
"Eh, enggak. Aku nggak
marah kok…Cuma bingung aja mau jawab apa dari kata-kata kamu barusan…"
"Emangnya kamu mau jawab
apa?"
"Emmmm, aku malu jawabnya
Gus…"
"Jawab aja rin, nggak
apa-apa kok…" kataku meyakinkan dirinya bahwa nanti aku enggak bakalan ada
apa-apa, apapun jawabannya nanti, aku akan berusaha menerimanya. Aku hanya
butuh jawaban darinya.
"Sebenarnya aku juga suka
sama kamu sejak 1 bulan yang lalu. Tapi setelah aku pikir-pikir lagi, aku
enggak mungkin ungkapin sama kamu. Takut kamu marah kalo aku bilang bilang itu
sama kamu."
"Ehm...terus gimana? kamu
mau nggak jadi pacar aku?" tanyaku lagi.
"Aku mau jadi pacar kamu, Gus.."
jawab Rini sambil tersenyum. Bagaikan anak kecil yang diberi permen, aku senang
bukan kepalang dengan jawaban Rini barusan. Tak hentinya aku mengucapkan rasa
syukur pada Tuhan.
"Alhamdulillah.. makasih ya
Allah. makasih ya, Rini.."
Akhirnya kami pun resmi
berpacaran sejak saat itu. Kebersamaan kami jadi semakin dekat dan hari demi
hari kami lalui dengan bahagia walaupun pada saat itu aku harus bekerja di tempat
lain dikarenakan suatu hal (bukan dipecat loh, tapi saya buka usaha sendiri). Bahkan
saat menjalani rutinitas kami masing-masing, aku jadi mempunyai semangat baru
setelah memiliki seorang pacar. Dan Rini juga pernah berkata bahwa ia merasakan
hal yang sama.
Hari berganti hari. Tak terasa
sudah hampir masuk bulan ke 3 kami berpacaran. Namun, hubungan kami selama ini
tidak berjalan mulus begitu saja. Dengan kesabaran ekstra kami menjalaninya dan
menyelesaikan masalah demi masalah dengan pikiran dewasa.
Suatu hari, Rini kuajak jalan-jalan
pagi ke taman kota. Tentu saja aku menjemputnya terlebih dahulu di rumahnya. Setelah
itu, kami lari pagi bersama mengelilingi taman itu. Setelah selesai, seperti
biasa kami hanya sekadar duduk-duduk berisitirahat dan bercanda disana. Suatu
ketika Rini bertanya padaku.
"Bang, adek boleh nanya
enggak?" tanya dia padaku.
"Boleh dong. Memangnya kamu
mau tanya apa?"
"Selama kita pacaran kamu
merasa ada yang aneh enggak sama aku?"
"Hmmm, nggak ada yang aneh
kok. Cuma abang ngerasa kalo akhir-akhir ini wajah kamu sering sekali pucat.
Kamu sakit ya?" jawabku pada Rini.
"Ooohh.. itu mungkin karena
adek terlalu kecapean aja. Ya syukurlah kalo memang abang nggak ngerasa ada
yang aneh sama aku…" jawabnya.
"Eh, dah jam 8 nih, kita
pulang yuk.." ajak Rini padaku.
"Eh iya nih. Udah mau
pulang ya? Oke lah..." jawabku.
Kemudian kami pun pulang. Setelah
mengantarkan dia pulang ke kosannya, aku pun langsung berpamitan kepada orang
tua Rini yang pada saat itu orang tuanya lagi berkunjung melihat keadaan
anaknya didaerah orang lain. Di perjalanan pulang kerumah, gelisah menghampiriku.
Aku terus memikirkan kata-kata Rini di taman tadi. Tidak mungkin dia tiba-tiba
bertanya seperti itu kalau alasannya cuma kecapean doang. Rasanya ada yang
benar-benar mengganjal saat itu.
Dua hari kemudian, saya mendapat
telepon dari ibundanya Rini.
"Halo, ini nak Gusti
ya?" tanya ibunya dari seberang sana.
"Iya, saya Gusti. Ada apa,
Bunda?" jawabku dengan rasa sedikit aneh.
"Nak Gusti, cepat kerumah
sakit sekarang ya nak. Rini jatuh dari tangga kantor…” kata bundanya dengan
nada cemas.
"Ha…? Kok bisa gitu bunda?!
Memangnya Rini habis ngapain sih bunda?" tanyaku cemas. Aku benar-benar
tak kuasa menahan emosi dan rasa cemasku.
"Bunda juga kurang tau nak,
mending kamu kesini sekarang ya nak.."
"Iya bunda. Sekarang aku
akan kesana.."
Dengan tergesa-gesa, aku pun
langsung pergi ke rumah sakit tersebut. Disana aku pun langsung tersentak kaget
bukan kepalang. Ternyata dia sekarang lagi berjuang di ruangan ICU. Aku
benar-benar cemas dan sedih. Perasaanku saat itu rasanya tak dapat aku
ungkapkan. Khawatir, takut, sedih, semua bercampur aduk.
"Kok bisa begini sih
bunda?" tanyaku pada bundanya.
"Nggak tahu nih. Tadi kata
dokter yang menangani Rini, ada pendarahan pada otak belakangnya.." jawab
bundanya yang masih kalut. Kemudian aku pun bertanya pada dokter yang langsung
menangani Rini saat itu. Tetapi jawaban sang dokter membuatku bagaikan disambar
petir disiang bolong. Karena mendengar penjelasan sang dokter tersebut membuat aku
tak kuasa untuk melanjutkan mendengar penjelasannya tersebut.
Lantas aku dan keluarga Rini
berencana membawa Rini menuju rumah sakit yang ada di Jakarta yang mempunyai
alat medis lebih memadai dibandingkan di kotaku. Kami pun menyiapkan berkas-berkas
serta keperluan untuk menuju rumah sakit disana yang sebelumnya telah dirujuk
oleh rumah sakit di daerahku.
"Sepertinya saudara Rini
sudah tidak dapat tertolong lagi," kata dokter yang menangani Rini.
Belum sempat kami berangkat
menuju Jakarta, kabar bahwa Rini tidak tertolong lagi membuatku benar-benar down. Aku benar-benar tidak percaya
dengan semua ini. Bukankah takdir sedang bermain-main padaku? Bukankah ini
semua hanyalah sebuah permainan kecil untuk membohongiku? Ternyata tidak. Ini
adalah sebuah kenyataan dimana aku harus kehilangannya.
Seketika aku, ibunda Rini dan
keluarganya langsung menangis. Tepat pukul 10 pagi, Rini menghembuskan
nafas terakhirnya. Innalillahi wainnalillahirojiun. Kami langsung menangis. Aku
lah yang paling bersedih karena harus merelakan cintaku pergi untuk selamanya.
Aku rasa Tuhan tidak adil padaku. Baru saja aku merasakan hangatnya kasih
sayang Rini untukku, tapi Tuhan telah mengambilnya lebih dahulu. Terlintas
dipikiranku untuk bertanya pada Allah, kenapa tidak aku saja yang kau cabut
nyawanya, ya Allah? Namun Allah mengajariku untuk menerima kenyataan pahit ini.
Aku segera beristighfar dan serta belajar merelakannya.
Keesokan harinya, jenazahnya pun
lantas dimandikan, dikafani, dan disholatkan. Setelah itu jenazah pun
dimakamkan di pemakaman umum tempat kelahirannya dengan diiringi isak tangis
dariku, ayah dan ibundanya, adik-adiknya, serta kerabat dekatnya.
Hari demi hari berlalu, satu
minggu sudah almarhumah Rini meninggalkan aku dan keluarganya untuk selamanya.
Rasanya masih tidak percaya bahwa cinta sejatiku itu pergi begitu cepat. Sedih
yang beriringi tangisku kembali muncul saat aku mengenang semuanya. Semua yang
sempat kami lalui.
Tepat pada malam ke 8 sekitar
jam 12.00 malam saat saya sedang mengaji dan membacakan Surah Yasin untuk
almarhumah, tiba-tiba saya dikejutkan oleh kedatangan arwah dia yg muncul
didepanku.
"Rini, kkaaaa..kamu kok
datang kesini??" tanyaku terbata-bata. Rasanya senang dapat bertemu lagi
dengan bidadariku itu. Tuhan, apakah ini mimpi? Aku merindukannya, benar-benar
merindukannya. Bukankah Rini telah meninggalkanku? Tapi kenapa Rini muncul lagi
dihadapanku?. Didalam hatiku yang paling dalam aku berharap ini adalah
kenyataan bahwa Rini belum pergi untuk menghadap-Nya.
"Abang, jangan takut ya… Adek
datang bukan untuk mengganggu abang, adek cuma ingin memberitahu abang kalau adek
sangat mencintai dan menyayangi abang. Sekarang adek akan pergi ke alam
adek, doain adek ya bang agar bisa tenang. Selamat tinggal cinta
sejatiku.." kata arwah Rini padaku.
"Iya, abang akan selalu
berdoa untukmu sayang. Selamat tinggal..." jawabku.
Seketika air mataku menetes di
pipiku. Arwah Rini telah lenyap ditelan kegelapan malam. Ya, itu adalah arwah
cinta sejatiku, cinta yang abadi untuk selamanya. Aku akan terus belajar
mengikhlaskannya karena Rini benar-benar telah tiada, yang telah pergi bersama
dengan penghuni surga. Jauh dari lubuk hati ini yang paling dalam, aku selalu
berdoa untuk ketenangannya disana, berdoa untuknya agar dimudahkan di alam
kubur dan selalu mendapatkan rahmat dari yang Maha Kuasa. Semoga Tuhan
memberikan surganya untuk kekasihku disana, di alam yang tak dapat ku gapai. Semoga
cinta sejatiku itu akan tetap hidup dihatiku untuk selamanya...
…THE
END…
Kisah ini khusus kupersembahkan untuk :
Bidadari surgaku : “ALM. RINI HERLINA WULANDARI”,
semoga kau mengingat kisah kita di masa lalu dan
selalu berdoa untuk kebersamaan kita di akhirat nanti..
Dari : AGUSTIAWAN HAPSUL JAAT
DiRevisi Oleh : NURUL AZMI (@nrl_azmi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar